(RIAUPOS.CO) -- Sebagai provinsi dengan hasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, hingga saat ini Provinsi Riau belum sepenuhnya bisa menikmati hasil sektor kelapa sawit tersebut, terutama dari adanya pungutan ekspor (PE) kelapa sawit dan turunannya yang selama ini dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Terkait hal tersebut, Gubernur Riau Syamsuar mengatakan bahwa hingga saat ini dana pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya tersebut belum ada alokasinya masuk ke Provinsi Riau. Padahal, Riau selama ini adalah daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, dan banyak keluhan infrastruktur jalan di Riau yang rusak diakibatkan oleh aktivitas transportasi truk pengangkut CPO.
‘’Dana pungutan ekspor kelapa sawit itu hingga saat ini juga belum ada alokasinya ke Riau. Untuk hal ini, perlu dukungan dari semua pihak agar dana tersebut bisa teralokasikan ke Riau,” kata Syamsuar saat menghadiri acara Musrenbang RPJMD Provinsi Riau tahun 2019-2024 di Hotel Premiere Pekanbaru, Senin (1/7).
Salah satu upaya yang akan dilakukan Syamsuar untuk menarik dana pungutan ekspor kelapa sawit tersebut, yakni dengan meminta bantuan para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI asal Riau, untuk mengusulkan perubahan undang-undang terkait pungutan ekspor kelapa sawit tersebut.
‘’Kalau undang-undang itu belum berubah, maka aturan terkait pembagian dana pungutan ekspor kelapa sawit itu tidak akan berubah juga. Untuk itu, perlu dukungan dari anggota DPD dan DPR RI kita,” sebutnya.
Selama ini, lanjut Syamsuar, dari dana pungutan ekspor kelapa sawit tersebut, daerah penghasil kelapa sawit hanya mendapatkan dana bantuan untuk replanting atau peremajaan kebun kelapa sawit sebesar Rp25 juta per hektare. Seharusnya, Provinsi Riau menurutnya harus mendapatkan lebih dari itu.
‘’Kalau sudah ada Undang-undang baru, maka baru bisa dimasukkan dana bagi hasil ke daerah dari sektor pungutan ekspor kelapa sawit tersebut. Daerah lain di Indonesia yang juga penghasilan kelapa sawit saat ini juga masih memperjuangkan hal tersebut,” ujarnya.
Mantan Wakil Gubernur Riau Wan Abu Bakar yang hadir pada kegiatan RPJMD Provinsi Riau tersebut juga mengkritisi sikap pemerintah pusat dalam pengelolaan dana pungutan ekspor kelapa sawit tersebut. Padahal daerah-daerah penghasil kelapa sawit sangat memerlukan dana tersebut.
‘’Jangan sampai ada anggapan pemerintah pusat mau menikmati sendiri dana pungutan ekspor kelapa sawit itu. Sementara itu masyarakat di daerah tidak bisa merasakannya,” ucapnya.
Dari data yang dihimpun Riau Pos, dana pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya hingga awal Desember 2018 mencapai sekitar Rp14,48 triliun, melebihi target 2018 yang ditetapkan sebesar Rp11 triliun. Jumlah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan total pungutan pada 2017 yang mencapai Rp13,05 triliun. Peningkatan pungutan terjadi karena adanya kenaikan ekspor produk kelapa sawit, termasuk Crude Palm Oil (CPO) meskipun harga CPO mengalami penurunan.(sol)